Thursday, 29 September 2011

TELADAN PELAYANAN TUHAN YESUS (LUKAS 13.22-30)

Berbeda dengan Injil Matius dan Markus, Injil Lukas menceritakan perjalanan Tuhan Yesus ke Yerusalem secara terinci, mulai dari keputusan-Nya menuju Yerusalem (9.51-56), hingga Ia memasuki kota tersebut (19.28-44). Tujuan Tuhan Yesus ke Yerusalem tidak lain adalah untuk memenuhi dan menuntaskan panggilan tugas yang diberikan oleh Bapa di Surga kepada-Nya. Di Yerusalem, Tuhan Yesus akan ditangkap, diadili, disiksa, dihukum, dan akhirnya mati disalibkan.

Pertama, secara manusia, Tuhan Yesus memiliki beribu alasan untuk melarikan diri dari panggilan yang berat ini (band. Nabi Yunus). Namun Tuhan Yesus dengan setia memenuhi panggilan Bapa-Nya, meskipun panggilan tersebut berakhir pada siksaan dan kematian. Sikap Tuhan Yesus tidak sama dengan pepatah bahasa Indonesia yang mengatakan, ‘Bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian.’ Tuhan Yesus tidaklah menderita sekarang untuk suatu kebahagiaan di masa depan. Tuhan Yesus taat sepenuhnya kepada Bapa untuk suatu akhir yang menyakitkan. Ketaatan kepada panggilan Tuhan yang seperti ini sungguh sangat mulia dan sulit untuk ditemui.

Kedua, meskipun Tuhan Yesus memahami bahwa kematian-Nya sudah dekat, namun Ia tetap giat di dalam pelayanan-Nya. Ia berkeliling kota dan desa untuk mengajarkan Injil Kerajaan Allah. Kebanyakan orang yang menghadapi kematian yang sedemikian jelasnya, menjadi tidak produktif, tidak efektif dan tidak melakukan apa-apa. Biasanya orang yang menghadapi kematian, meratapi nasibnya. Tuhan Yesus mencontohkan bagaimana seorang hamba Tuhan seharusnya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya di dalam melayani Tuhan. Entah waktu hidup masih panjang, atau waktu hidup masih pendek, kita dipanggil untuk giat melayani Tuhan dengan segenap hati.

Ketiga, Tuhan Yesus juga menunjukkan betapa Ia tidak membeda-bedakan pelayanan. Ia pergi ke kota-kota, dan cacat, dan yang lemah. Tuhan Yesus tidak hanya bersedia melayani di tempat yang nyaman, namun Ia juga selalu siap untuk masuk ke tempat-tempat yang mungkin tidak disukai oleh kebanyakan orang.

Bagaimana sikap kita sebagai hamba-hamba Tuhan di dalam melayani-Nya dan memuliakan-Nya? Sudahkah hidup Tuhan Yesus terlihat di dalam kehidupan pelayanan kita?

MEZBAH 3: KEBANGUNAN ROHANI (BILANGAN 16.44-50; 25.6-11; 2 SAMUEL 24.18-25)

Di dalam sejarah Israel, sejarah gereja dan sejarah dunia, kebangunan rohani dimulai dari mezbah yang harum di hadapan Tuhan. Kebangunan rohani meliputi banyak aspek, misalnya pertumbuhan gereja, jiwa-jiwa yang bertobat, penegakan keadilan dan kebenaran, kesatuan umat Tuhan, kemajuan pelayanan, pemulihan hubungan, pencurahan berkat, kesembuhan ilahi dan mujizat lainnya. Sayangnya banyak orang Kristen merasa tidak membutuhkan kebangunan rohani. 

Di dalam Bil 16.44-50; 25.6-11 dan 2 Sam 24.18-25 mezbah yang dibangun menyurutkan murka Tuhan sehingga tulah berhenti. Meskipun tidak semua penderitaan disebabkan oleh dosa manusia, tulah di dalam Perjanjian Lama melambangkan peringatan, kemarahan dan hukuman Tuhan atas bangsa Israel. Mujizat yang paling besar adalah bagaimana Tuhan yang penuh murka, berubah untuk mencurahkan kasih-Nya (God’s favour) kepada umat-Nya.

Bil 16.44-50 menunjukkan bahwa doa syafaat telah menyurutkan murka dan Tuhan. Doa dan syafaat menunjukkan cinta kita kepada Tuhan dan sesama. Jika kita tidak mengasihi Tuhan dan sesama, maka doa kita menjadi palsu (Fil 1.21-24). Doa adalah pertemuan dengan Tuhan yang mengubah dunia.

Bil 25.6-11 mengajarkan bahwa kesucian hati menjadi kunci yang menyurutkan murka Tuhan. Seperti tanduk-tanduk di ke-empat sudut yang menjaga kesucian mezbah, maka hidup suci adalah kunci awal dan sekaligus produk awal dari kebangunan rohani. Kebangunan rohani yang tidak disertai dengan kebangunan moral (faith without morality) adalah palsu.

2 Sam 24.18-25 memperlihatkan bahwa murka Tuhan surut karena ada yang bersedia untuk membayar harga. Meskipun kebangunan rohani datang-Nya dari Tuhan, tetapi dimulai dari sejumlah orang yang rela untuk memberikan diri-Nya bagi Tuhan (Rom 12.1-2).
Bagaimanakah hidup kita, keluarga kita dan gereja kita? Adakah tulah sedang terjadi di tengah kita?  Adakah kebutuhan akan kebangunan rohani? Maukah kita mengambil komitmen untuk memulai suatu gerakan yang menyurutkan murka Tuhan, mengundang hadirat-Nya, sebagai awal kebangunan rohani di dalam hidup kita, keluarga kita dan gereja kita? 

MEZBAH 2: KEMULIAAN HADIRAT TUHAN (2 TAWARIKH 7.1-3; LUKAS 13.10-21)

Ketika pembangunan Bait Suci diselesaikan oleh Salomo, mezbah bakaran dan mezbah ukupan diletakkan di tempat yang telah ditentukan oleh Tuhan. Hadirat Tuhan yang dilambangkan dengan api buatan manusia, kali ini dahsyat turun dari langit menyambar korban yang dipersembahkan (2 Taw 7.1; 1 Raj 18.38; Kis 2.2-3). Bait Suci dipenuhi dengan kemuliaan Tuhan, para imam tidak dapat masuk ke dalam Rumah Tuhan, dan umat tersungkur menyembah Tuhan (2 Taw 7.2-3). 
 
Peristiwa di dalam Lukas 13.10-21 terjadi di sebuah rumah ibadah, tempat dimana umat berharap untuk bertemu dengan Tuhan. Tempat dimana umat berharap akan datangnya api dari langit dimana kemuliaan Tuhan dinyatakan. Namun setidaknya sudah 18 tahun, bahkan kesembuhan untuk seorang perempuan lemah yang menderita sakit karena dirasuk rohpun tidak terjadi (Luk 13.11). Selama 18 tahun Rumah Ibadah yang sedianya menjadi Rumah Jawaban seperti bisu dan tumpul: tidak ada tanda kuasa Allah yang dinyatakan.

Rumah Ibadah itu dipimpin oleh seorang yang tumpul hati. Mata dan hatinya berbeda dengan Tuhan Yesus. Pemimpin Rumah Ibadah ini lebih mementingkan ritual keagamaan, dirinya sendiri dan property yang dimilikinya dibandingkan dengan nasib perempuan malang, yang juga adalah keturunan Abraham (Luk 13.15-16). Hadirat Tuhan yang mulia itu sering diterjemahkan oleh Injil sebagai kasih Tuhan Yesus yang tidak memandang muka.

Di dalam Injil, kehadiran Tuhan dilukiskan sebagai ‘Kerajaan Allah.’ Kerajaan Allah tersebut seumpama sebuah biji yang kecil, namun bertumbuh menjadi pohon yang besar, yang memberikan kehidupan dan perlindungan, serta dapat diandalkan (Luk 13.18-19).
Kerajaan Allah seumpama ragi yang jumlahnya sedikit, tetapi mengembangkan tepung terigu menjadi roti yang mengenyangkan (Luk 13.20-21). Ragi membawa pengaruh positif bagi tepung terigu yang diaduk bersamanya.

Kehadiran Tuhan di dalam gereja dan umat-Nya membawa kedahsyatan kemuliaan Tuhan melalui pelayanan dan kehidupan (1) yang disertai kuasa; (2) yang dipenuhi kasih; (3) yang dapat diandalkan; (4) yang membawa pengaruh positif bagi orang lain.

MEZBAH 1: PENGORBANAN DAN KEHADIRAN TUHAN (KELUARAN 30.1-10; IMAMAT 1-7)


Di dalam kehidupan orang Israel, mezbah memegang peranan yang penting, bahkan lebih penting dibandingkan Bait Suci. Bait Suci manggambarkan bangunan fisik dimana orang Israel beribadah, sedangkan mezbah menggambarkan ibadah yang sesungguhnya.

Sebelum ada Bait Suci, mezbah dibangun untuk (1) menandai kehadiran dan perbuatan Tuhan yang dahsyat (Kej 12.7; 13.4); dan (2) mempersembahkan korban bagi Tuhan (Im 1-7). Di dalam Bait Suci, terdapat dua mezbah yang menggambarkan fungsi tersebut. Mezbah yang pertama terletak di Pelataran Bait Suci di depan Ruang Kudus. Korban sembelihan dibunuh dan darahnya dipercikkan di atas mezbah yang berlapis perunggu ini.  Selama korban dipersembahkan, api harus tetap menyala (Im 6.9). Mezbah ini disebut sebagai Mezbah Bakaran.

Mezbah yang kedua terletak di Ruang Kudus tepat di depan tirai yang menghubungkannya dengan Ruang Maha Kudus. Mezbah ini disebut Mezbah Ukupan yang permukaannya dilapisi emas. Di mezbah ini wangi-wangian dipersembahkan kepada Tuhan. Api di mezbah ini tidak boleh dibiarkan padam. Harum ukupan yang terus dibakar menjamin kehadiran Tuhan yang terus menerus di dalam kehidupan umat Israel (Kel 30.1-10).

Di sudut setiap mezbah terdapat tanduk-tanduk yang berfungsi menjaga kesucian mezbah. Apa yang di luar mezbah memiliki kualitas ‘kesucian’ yang berbeda dengan yang dipersembahkan di atas mezbah.

Orang Israel tidak datang kepada Tuhan dengan tangan hampa, tetapi selalu mempersembahkan sesuatu untuk menyenangkan Tuhan. Persembahan yang berkenan kepada Tuhan tidak ditentukan oleh nilai nominal (Im 1.1-17), tetapi (1) sesuai dengan kemampuan; (2) ditentukan oleh kualitas kesuciannya; (3) ditentukan oleh motivasi hati untuk memberikan yang terbaik.

Api yang menyala melambangkan kehadiran Tuhan. Pengorbanan sebesar apapun, jika tidak disertai oleh hadirat Tuhan adalah sia-sia. Api yang harus tetap menyala itu adalah kehangatan hubungan kita dengan Tuhan. Pertanyaan yang terpenting di dalam relasi kita dengan Tuhan bukanlah seberapa lama kita berdoa, atau seberapa besar pengorbanan kita – namun: ‘Are we continuosly connected to him?

BERTOBAT DAN MENGHASILKAN BUAH (LUKAS 13.1-9)

Mencampurkan darah korban binatang dengan darah manusia adalah hal yang keji dan menjijikkan, meskipun manusia itu mati karena dihukum (ay. 1-2). Tidak satupun dari kita menginginkan kematian yang sedemikian hinanya. Demikian juga mati beramai-ramai karena tertimpa menara adalah tragedy yang mengenaskan (ay. 3-4). Wajarlah jika orang banyak bertanya-tanya: ‘Dosa sebesar apakah yang telah mendatangkan kematian yang sedemikian mengerikannya? Orang banyak mungkin berpikir bahwa mereka tidak layak untuk mati seperti itu, atau dengan kata lain mereka menganggap diri lebih baik atau lebih benar dari yang lainnya. Namun Tuhan Yesus dengan tegas menyangkal sangkaan mereka (ay. 3 & 5).  Tidak ada hubungan langsung antara dosa manusia dengan cara matinya (ay. 3 & 5).

Jika pohon Ara di dalam ayat 6-9 juga menggambarkan kehidupan manusia, maka manusia tersebut juga hampir mati secara mengenaskan: ia hampir dibunuh (ditebang), karena hidupnya tidak menghasilkan buah sesuai yang diharapkan.

Tuhan Yesus setidaknya mengajarkan bahwa seseorang tidak dianggap benar dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain, tetapi melalui (1) pertobatan yang sejati; dan (2) hidup yang menghasilkan buah (ketaatan, karakter, kesaksian). Di dalam perumpamaan ini, Tuhan Yesus juga mengajarkan bahwa disiplin dan kerja keras diperlukan untuk menghasilkan buah-buah kehidupan yang memuliakan Tuhan dan memberkati sesama (ay. 8b) 

Bagaimanakah hidup kita? Apakah kita telah hidup di dalam pertobatan yang sungguh-sungguh dan meninggalkan hidup lama yang penuh dosa? Apakah Tuhan telah puas melihat buah-buah kehidupan yang kita hasilkan? Tuhan sabar menantikan kita, bahkan Ia masih memberikan kesempatan sekali lagi dan yang terakhir bagi kita untuk bertobat dan berbuah (ay. 8a & 9).

Firman Tuhan hari ini mengingatkan saya pada penggalan lirik lagu ‘…Putuskanlah sekarang, esok kan terlambat!’ Musim akan segera berganti, waktunya tidak terduga.

MUSIM YANG TEPAT (LUKAS 12.54-59)

Hidup yang efektif dan berbuah ditentukan oleh tingkat penyesuaian (adaptability) diri manusia terhadap jaman dimana ia hidup. Strategi yang membuahkan sukses di masa lalu tidak menjamin akan membawa sukses pada hari ini. Namun sayangnya, seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, banyak orang tidak mampu menilai jaman dimana ia hidup. Jika menilai jaman saja tidak mampu, bagaimana mungkin kita dapat hidup berbuah dan efektif?

Lukas 12.54-56 menjelaskan mengapa kita sering tidak mampu menilai jaman. Pertama, kita sering terpaku pada hal-hal yang bersifat lahiriah (materialistis). Kita mampu menilai rupa bumi dan langit, tetapi tidak mampu menilai apa yang sebenarnya terjadi di atas muka bumi ini. Dengan kata lain, kita membaca banyak data, tetapi lupa untuk menafsirkannya.  Kedua, kita hanya melihat apa yang kita ingin lihat. Kita tidak melihat bukan karena buta, tetapi karena kita tidak mau melihat apa yang kita tidak mau lihat. Kita sering terbius oleh ambisi pribadi dan karenanya tidak mampu mengenali jaman dimana kita hidup. Bagi Tuhan Yesus, orang yang tidak mempedulikan jaman disebut sebagai orang munafik, karena orang yang demikian hanya memikirkan dirinya sendiri.

Lukas 12.57-59 menjelaskan mengapa kita perlu mengenali jaman dimana kita hidup. Pertama, buah dengan kualitas terbaik muncul hanya pada musimnya. Efektifitas hidup manusia mencapai puncaknya, jika manusia tersebut mampu beradaptasi dengan jaman dimana ia hidup. Kedua, pada suatu saat musim akan habis (expired), dan kesempatan akan lenyap. Kita perlu memperhatikan dan menyambut dengan bijaksana setiap kesempatan dan tantangan yang ditawarkan oleh jaman dimana kita hidup.

Pada tahun 1999, dengan bangga saya membeli mobile phone berwarna pertama di dunia, Siemens S-25 made in Germany, yang hari ini tidak akan laku meskipun dijual dengan harga 10$. Janganlah terpaku pada keberhasilan di masa lalu, namun lewatilah tantangan jaman dan raih keberhasilan di masa depan.

PERKAWINAN DENGAN TUHAN (LUKAS 12.49-53)

Biasanya kita memahami Tuhan Yesus datang ke dunia untuk mengampuni dosa dan menyelamatkan manusia. Ide yang mengatakan bahwa Tuhan Yesus datang untuk membawa api terasa asing di telinga kita (12.49). Di dalam Alkitab, api dapat melambangkan sengsara, hukuman, kehadiran Tuhan dan juga Roh Kudus. Apapun arti api yang dimaksud di sini, ia akan (1) memurnikan hidup; (2) membakar semangat pelayanan; (3) memisahkan kita dari  mereka yang tidak percaya kepada Tuhan.

Biasanya kita memahami baptisan sebagai suatu peristiwa untuk dirayakan. Ide yang mengatakan bahwa baptisan adalah sesuatu yang menyusahkan jarang terdengar di telinga kita (12.50). Tujuan baptisan Yohanes di sungai Yordan adalah memanggil orang untuk mengakui dosanya dan bertobat. Mengapa Yesus yang tidak berdosa perlu dibaptis? Jika demikian, baptisan yang diterima Tuhan Yesus menunjukkan bagaimana Ia yang tidak berdosa mengidentifikasikan dirinya dengan orang berdosa. Baptisan Tuhan Yesus adalah awal dari perjalanan yang diakhiri dengan kematian-Nya di kayu salib. Tuhan Yesus dapat mundur kapan saja, tetapi Ia menyelesaikannya dengan setia – meskipun Ia harus menderita dan susah.

Biasanya kita menghubungkan kedatangan Tuhan Yesus dengan Natal yang bertemakan ‘Damai di Bumi.’ Ide yang mengatakan bahwa Tuhan Yesus datang untuk membawa pertentangan adalah sesuatu yang tidak populer (12.53). Komitmen mengikut Yesus  yang dilambangkan melalui baptisan, seharusnya melebihi ikatan apapun yang kita buat di dunia ini. Baptisan adalah ‘ikatan perkawinan’ antara kita dengan Tuhan. Dietrich Bonhoeffer mengatakan, ‘When Christ calls a man, he bids him come and die.’ Seperti yang dicontohkan Tuhan Yesus, baptisan adalah awal dari komitmen yang harus diselesaikan dengan setia, betapapun berat jalannya.

Mari kita memikirkan hidup kita sebagai orang Kristen: (1) Bagaimana kita menilai komitmen kita pada Tuhan?; (2) Apakah kita mencintai Tuhan lebih dari segala ikatan di dunia ini?; (3) Sadarkah kita bahwa Tuhan sedang mengirim api-Nya untuk memurnikan kita?

KESETIAAN, INTEGRITAS DAN MEMBERI YANG TERBAIK (LUKAS 12.35-48)

Salah satu pengharapan penting di dalam iman Kristen adalah janji akan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Diskusi mengenai kapan Tuhan Yesus akan datang kembali bukan saja membuahkan jawaban yang menyesatkan, tetapi juga merupakan pertanyaan yang salah alamat. Lukas 12.40, 46 menjelaskan bahwa Tuhan Yesus akan datang pada waktu yang tidak dapat diduga oleh manusia. Kedatangan Tuhan Yesus bahkan diumpamakan seperti seorang pencuri (12.39). Beberapa pokok penting yang perlu untuk diperhatikan adalah sebagai berikut:

Pertama, kedatangan Tuhan Yesus erat kaitannya dengan tema penghakiman (12.43-48). Di dalam perumpamaan yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, ada hamba-hamba yang disebut berbahagia, yang jahat, dan ada juga hamba-hamba yang akan menerima hukuman pukulan. Kita semua tidak dapat memilih untuk lolos dari penghakiman Tuhan. Kekayaan, kepandaian, jabatan apapun yang kita miliki tidak membebaskan kita dari hari penghakiman.

Kedua, kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya akan memperlihatkan kualitas manusia yang sesungguhnya. Kualitas nomor 1 adalah hamba yang setia dan bijaksana, yang melakukan selalu tugasnya dengan baik (12.42-44); Kualitas nomor 2: hamba yang tahu atau tidak tahu tentang kehendak tuannya, dan tidak melakukan apa yang dikehendaki oleh tuannya (12.47-48); Kualitas nomor 3: hamba yang jahat (12.45-46) yang memukul dan berbuat jahat kepada hamba-hamba yang lainnya. Di manakah kita berada?

Ketiga, kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya erat kaitannya dengan kesetiaan, integritas dan semangat untuk memberikan yang terbaik. Hamba yang berbahagia adalah hamba yang dengan setia melakukan pekerjaan dan tanggung jawabnya, bukan karena ingin dipuji dan dilihat orang lain. Dalam bahasa sehari-hari: ada bos atau tidak ada bos, kita tetap harus melakukan tanggung jawab kita dengan kualitas yang terbaik (12.36, 42-44). Di dalam ilmu kepemimpinan yang Tuhan Yesus ajarkan, promosi jabatan tidak didasarkan pada pengetahuan, tetapi kesetiaan, integritas dan semangat untuk memberikan yang terbaik

BOLEHKAH ORANG KRISTEN KUATIR? (LUKAS 12.13-34)

Menurut Lukas 12.28-31, ada tiga jenis kelompok orang. Kelompok pertama adalah orang Kristen yang kurang percaya kepada Tuhan (ayat 28b). Kelompok kedua adalah bangsa-bangsa (baca: kafir) yang tidak mengenal Tuhan (ayat 30). Kelompok ketiga adalah orang Kristen yang percaya penuh kepada Tuhan. 

Orang  yang tidak percaya kepada Tuhan hidupnya bertujuan untuk mengejar kekayaan materi dan memenuhi kebutuhan serta kenyamanan hidup (missal: makanan, pakaian, rumah, kendaraan, perabot, dlsb.). Mereka lupa bahwa hidup itu sendiri bernilai lebih penting dibandingkan dengan barang-barang yang mereka pakai dan miliki (12.23). Tuhan Yesus mengatakan bahwa  semua itu adalah kebodohan dan usaha yang sia-sia (12.20). Tuhan tidak melihat kekayaan materi kita, tetapi Ia menilik hati kita.

Orang  Kristen yang kurang percaya kepada Tuhan hidupnya dipenuhi dengan kekuatiran akan berbagai kebutuhan hidup.  Orang ini, meskipun mengenal Tuhan, tetapi hidup seolah-olah ia tidak mengenal Tuhan. Mata orang ini dibutakan dari Tuhan yang mengetahui dan mencukupkan kebutuhan anak-anak-Nya (ayat 30b). Bolehkah orang Kristen kuatir? Pasti kita semua pernah kuatir. Yang perlu kita ingat adalah (1) Kekuatiran tidak menyelesaikan masalah (12.5). Memelihara rasa kuatir adalah kerugian; (2) Tentu kita bisa kuatir, karena kita adalah manusia yang menghadapi berbagai persoalan hidup - tetapi sebagai orang percaya seharusnya kita tidak dikuasai oleh kekuatiran. Ketika rasa kuatir datang, ingatlah bahwa Tuhan mengerti dan peduli dengan kita (12.22-28). Kita ini terlalu berharga di mata Tuhan - dan tidak akan pernah dilupakan-Nya.

Kelompok terakhir adalah orang Kristen yang percaya penuh kepada Tuhan, yang prioritas hidupnya selalu mencari Tuhan dan kerajaan-Nya (ayat 31). Orang yang percaya kepada Tuhan secara penuh tidak lagi dikuasai oleh kekuatiran akan kebutuhan hidup pribadinya. Firman Tuhan berjanji akan menambahkan segala sesuatu yang diperlukan bagi mereka yang mencari Tuhan di dalam setiap langkah kehidupannya.

Di kelompok manakah Anda berada? Jika Anda belum percaya kepada Tuhan Yesus, datanglah kepada-Nya dan bukalah hati Anda bagi-Nya sekarang! Jika Anda sudah percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi masih dikuasai oleh kekuatiran akan kebutuhan hidup dan materi, ingatlah dan percayalah bahwa Tuhan mengasihi Anda dan mengerti segala pergumulan dan kebutuhan hidup Anda. Jika Anda sudah percaya penuh kepada Tuhan dan mengutamakan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan, saksikanlah kehadiran dan kebesaran Tuhan di dalam hidup Anda. Kiranya hidup Anda menjadi contoh yang membimbing banyak orang untuk percaya penuh kepada Tuhan Yesus.