Tuesday 24 July 2012

GEREJA YANG SEHAT DAN BERTUMBUH

Gereja lebih sering disebut sebagai organisme yang hidup daripada sekedar sebuah organisasi agamawi. Setidaknya gambaran Perjanjian Baru mengenai gereja tidak menekankan aspek organisasi lebih penting dibandingkan keluwesan, pertumbuhan dan dampaknya bagi dunia di sekitarnya. Sebagai sebuah organisme, gereja seharusnya dicirikan oleh pertumbuhannya. Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah mengalami pertumbuhan. Jika makhluk hidup tersebut sehat, maka pertumbuhannya juga sehat. Karena itu topic mengenai pertumbuhan gereja sangat erat hubungannya dengan kesehatan gereja.

Di dalam renungan singkat ini, kita menyoroti dua aspek sederhana mengenai gereja yang sehat dan bertumbuh. Aspek yang pertama adalah mendefinisikan arti dari kata ‘bertumbuh.’ Meskipun sebagian ahli teologia menggunakan kata ‘pertumbuhan gereja’ untuk melukiskan bagaimana gereja bertumbuh secara jumlah jemaat, sesungguhnya pertumbuhan mencakup berbagai wilayah: pertumbuhan jumlah adalah penting, namun ada juga pertumbuhan-pertumbuhan lainnya yang tidak kalah penting, misalnya keeratan hubungan dengan Tuhan, kesatuan dan kasih persaudaraan, karakter kristiani dan pemuridan, kehidupan yang memuji dan menyembah, luasnya dampak pelayanan, jumlah utusan Injil yang dikirim, demikian pula pertumbuhan di bidang-bidang riil seperti keuangan dan bangunan gereja. Karenanya, sebagai umat Kristen kita ditantang untuk dapat mencapai ke tempat-tempat yang sebelumnya kita belum pernah jejaki, bukan karena kesombongan dan rasa tidak puas diri, namun karena kesadaran akan panggilan Tuhan untuk terus menghasilkan buah. Seperti yang telah kita renungkan selama beberapa waktu ini, kita dipanggil tidak hanya untuk setia, tetapi juga menghasilkan buah (faithful and fruitful).

Aspek yang kedua adalah mencari tahu bagaimana gereja dapat menjadi sehat. Karena kesehatan adalah kunci pertumbuhan. Sekali lagi, renungan singkat ini tidak dapat menjelaskan secara terinci mengenai cirri-ciri dari gereja yang sehat, namun secara umum gereja yang sehat dihubungkan dengan gereja mula-mula yang dicatat oleh Perjanjian Baru. Karenanya gereja yang sehat adalah (refleksi dari The Purpose Driven Church – Rick Warren): (1) gereja yang melakukan pelayanan-pelayanan yang juga dilakukan oleh Tuhan Yesus selama hidupnya di dunia ini; (2) gereja yang hidup dan berkegiatan sesuai dengan gambaran yang diberikan oleh Alkitab tentang dirinya (Tubuh Kristus, Mempelai Kristus, Keluarga, Komunitas, Tentara dan lain sebagainya); (3) gereja yang hidupnya seperti yang dicontohkan oleh gereja mula-mula di dalam Perjanjian Baru (Kisah Rasul); (4) gereja yang melakukan perintah-perintah Tuhan Yesus. Sebagai satu-satunya institusi yang didirikan oleh Tuhan Yesus selama hidupnya di dunia ini (Mat 16.18), gereja dibangun dengan tujuan ilahi. Perintah yang paling mendasar misalnya adalah melakukan tugas pemuridan (Mat 28.19-20) dan juga menjalankan perintah untuk mengasihi Tuhan dan sesama (Mat 22.37-40).

Bagaimana dengan gereja kita? Adakah ciri-ciri pertumbuhan yang dapat dideteksi? Adakah wilayah-wilayah dimana kita masih dapat untuk bertumbuh dengan lebih baik lagi? Sudahkah kita menjadi gereja yang sehat, setidaknya jika dilihat dari apa yang kita lakukan? Sudahkah kita mencerminkan pelayanan Tuhan Yesus? Sudahkah kita mengerjakan perintah-perintah utama yang diberikan oleh Tuhan Yesus? Sudahkah kita menggambarkan gereja Perjanjian Baru dan segala kegiatan yang dicontohkannya?

Friday 20 July 2012

MENGUCAP SYUKUR

Agus selalu ingin menjadi yang terdepan. Ia ingin jadi juara kelas. Ia ingin menjadi pemain bulu tangkis yang terbaik di sekolahnya. Ia selalu mengimpikan rumah yang besar, mobil yang mewah dan kekasih bak Putri Salju. Semangatnya untuk maju patut dihargai, namun dibalik itu hatinya dipenuhi oleh ketidakpuasan yang tiada henti. Manusia yang tidak pernah puas mungkin sulit mengucap syukur. Setiap Natal, ia mengejar hadiah indah di dalam kaus kaki – namun ia lupa bahwa Tuhan telah memberikan kaki yang seharusnya ada di dalam kaus kaki tersebut.

Pada hari ulang tahunnya, Budi menerima hadiah mainan yang diinginkannya. Dan karena itu ia berterima kasih kepada ayahnya yang telah memberikan hadiah tersebut. Apa yang dilakukan oleh si Budi layaknya manusia mengucap syukur kepada Tuhan karena sesuatu yang baik, yang dipercayainya datang dari Tuhan telah terjadi atas dirinya.

Ketika usianya menginjak Sembilan tahun, Tuti sering bertengkar dengan ibunya gara-gara main sepeda. Tuti begitu senang bersepeda hingga lupa waktu untuk belajar. Ibunya sering memberikan disiplin kepadanya. Tidak jarang Tuti menangis. Pada satu ketika ia sadar bahwa nasihat ibunya itu benar, ia berterima kasih kepada ibunya. Jika ia tidak peduli pada nasihat ibunya, ia pasti tidak naik kelas. Tuti adalah gambaran manusia yang mengalami sesuatu yang tidak diharapkan. Awalnya jengkel, namun kemudian sadar bahwa Tuhan memiliki maksud yang baik dibalik peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan itu.

Sinta adalah remaja dari keluarga miskin. Tidak ada yang dapat dibanggakan darinya. Pakaian lusuh. Sepatu robek. Wajah kusam. Nilai sekolah juga biasa-biasa saja. Tidak punya apa-apa seperti yang dimiliki oleh teman-temannya. Ayah dan ibunya juga tidak dapat berbuat banyak: sering berhutang untuk bertahan hidup. Sinta bukanlah pahlawan yang tidak pernah mengeluh. Namun ada satu yang berbeda di dalam diri Sinta. Ia sangat hormat dan patuh kepada orangtuanya. Ia selalu berterima kasih untuk kedua orangtua yang dianugerahkan oleh Tuhan. Sinta adalah gambaran dari manusia yang mengucap syukur kepada Tuhan bukan karena apa yang diperbuat-Nya – namun karena siapa Dia (Tuhan).

Ada yang sulit mengucap syukur dan tidak pernah puas. Ada yang mengucap syukur setelah menikmati berkat Tuhan. Ada yang mengucap syukur setelah dicambuk oleh Tuhan – karena iman bahwa segala sesuatu mendatangkan kebaikan. Ada juga yang bersyukur bukan karena tindakan yang dilakukan Tuhan, namun karena pengenalan akan siapa itu Tuhan.

Beberapa hal yang patut kita renungkan sebagai dasar ucapan syukur kita: (1) Tuhan memberikan kehidupan; (2) Tuhan mati di salib menebus dosa manusia; (3) Tuhan menang atas dosa dan maut àIa dapat diandalkan; (4) Tuhan memelihara kita hingga; (5) Tuhan memberikan keluarga, pekerjaan, pendidikan, pelayanan dan berbagai kesempatan; (6) Tuhan maha benar, maha baik, maha kuasa, sempurna, setia dan penuh kasih.

Sunday 15 July 2012

HIDUP YANG DIPERSEMBAHKAN KEPADA TUHAN (LUKAS 19.11-27) - AN ALTERNATIVE POSSIBLE INTERPRETATION

Manusia tidak ada dengan sendirinya. Manusia adalah ciptaan Tuhan. Berbeda dengan agama dan kepercayaan yang lain, Tuhan tidak berhenti hanya dengan menciptakan manusia, namun Ia juga melindungi, memelihara dan bahkan menebus manusia ketika ia jatuh ke dalam dosa yang membinasakannya. Di dalam iman Kristen, tidak ada satupun jasa manusia yang dapat diperlihatkan di hadapan Tuhan (ay. 26).

Di dalam Lukas 19.9-19 diceritakan mengenai seorang bangsawan yang menitipkan kepada hamba-hambanya uang mina untuk berdagang (ay. 13). Bangsawan ini sedemikian terkemukanya, sehingga ia akan dinobatkan sebagai raja di negeri yang jauh (ay. 12). Namun demikian ada orang-orang lain yang membencinya dan tidak setuju jika ia diangkat menjadi raja (ay.14, 27). Jika bangsawan ini adalah gambaran tentang Tuhan, maka orang-orang yang membencinya adalah bangsa-bangsa lain (atau setiap orang) yang menolak dan tidak percaya kepada-Nya. Hamba-hamba dari tuan ini bisa jadi adalah bangsa Yahudi, mengingat Tuhan Yesus di dalam pelayanannya lebih banyak bersinggungan dengan bangsa Yahudi. Setidaknya keistimewaan bangsa Yahudi masih menjadi tema utama di dalam kitab-kitab Injil.

Hamba-hamba yang berhasil di dalam usaha dagangnya (ay. 16-19), yang mendapatkan penghargaan dari sang bangsawan adalah orang-orang yang mengenal dan percaya kepada Tuhan. Kemungkinan besar mereka adalah bagian dari bangsa Yahudi. Hamba yang ketiga (ay. 20-24) menggambarkan bagian dari bangsa Yahudi yang menolak Tuhan. Mereka sebenarnya mengenali Tuhan Yesus sebagai Mesias, namun tidak bersedia untuk mentaati-Nya.

Uang mina yang diberikan bangsawan itu adalah segala talenta, karunia, modal dan kelimpahan yang Tuhan berikan kepada kita. Dari mulut hamba yang ke-3 (dan diulang oleh sang bangsawan – ay. 21-22), Tuhan ingin kita melipatgandakan semua modal dan kapital yang Ia berikan kepada kita. Sesungguhnya Tuhan telah ‘menaruh’ dan ‘menabur’ – Ada saatnya dimana Ia akan ‘mengambil’ dan ‘menuai.’ Pertanyaan bagi kita semua: Sadarkah kita bahwa Tuhan adalah raja yang baik di dalam hidup kita? Jika kita menolak-Nya, mungkin ini waktunya untuk bertobat. Jika kita telah percaya kepada Tuhan, sudahkah kita menghasilkan buah sesuai dengan yang diharapkan-Nya? Seluruh hidup kita adalah bagian dari rencana Tuhan yang agung dan penuh kasih. Seluruhnya harus dikembalikan dan didedikasikan kepada Tuhan kembali.

Tuesday 3 July 2012

GEREJA YANG BERDAMPAK (LUKAS 19.45-48; 21.5-6)

Salah satu pekerjaan Tuhan Yesus selama hidup-Nya yang direkam oleh ke-empat Injil adalah menyucikan Bait Allah. Injil Matius, Markus dan Lukas menampilkan peristiwa itu dalam kunjungan Tuhan Yesus yang terakhir ke Yerusalem menjelang kematian-Nya.  Peristiwa penyucian Bait Allah menjadi agenda penting bagi Tuhan Yesus untuk secara teologis mengingatkan kembali peran gereja sebagai satu-satunya institusi yang pernah didirikan-Nya.

Pertama, gereja adalah rumah doa. Secara literal, rumah doa berarti tempat dimana doa-doa dinaikkan. Di dalam kepercayaan yang lain, kuil-kuil juga identik dengan tempat untuk berdoa. Hasil yang diharapkan dari sebuah doa adalah jawaban Tuhan. Jawaban tersebut dapat berupa pengampunan, pembebasan hukuman, pemulihan hubungan, mujizat, kesembuhan dan berkat lainnya. Jika demikian gereja seharusnya menjadi tempat dimana segala peristiwa yang baik itu (pengampunan, pemulihan hubungan, mujizat, berkat, kesembuhan) memancar bagi umat-Nya dan bagi sekelilingnya sebagai akibat dari kehidupan doa yang berkenan kepada Tuhan.

Kedua, ‘rumah doa’ juga memiliki pengertian yang lebih luas. Di Bait Allah itulah Yahweh bersemayam. Kehadiran Tuhan nyata di dalam Bait-Nya. Bagaimana dengan gereja? Apakah umat percaya masih merasakan hadirat Tuhan di dalam ibadah-ibadah gerejawi? Jika hasil dari sebuah doa adalah berkat-berkat rohani dan jasmani yang menyembuhkan dan memulihkan, maka kehadiran Tuhan menghasilkan karakter bersih: kerendahan hati, kesucian, kesetiaan, kasih dan nilai-nilai ilahi lainnya. Mengabaikan nilai-nilai tersebut sama dengan mengabaikan fakta bahwa Tuhan hadir di gereja-Nya. Ingatlah, jika dunia membenci orang Kristen, kemungkinannya ada dua: (1) hidup orang Kristen sedemikian sucinya; atau (2) hidup orang Kristen sedemikian bobroknya.

Ketiga, gereja adalah tempat dimana firman Tuhan diajarkan (ay. 47-48). Tuhan Yesus memilih Bait Allah untuk mendisiplinkan diri-Nya mengajarkan firman Tuhan. Bukan saja manusia berseru kepada Tuhan melalui doa, namun kebenaran Tuhan diberitakan melalui gereja. Ironisnya, kaum agamawi justru ingin membinasakan Yesus sebagai akibat dari kebenaran yang diajarkan-Nya. Orang Kristen pasti mencintai Tuhan Yesus, tetapi sadarkah bahwa terkadang kita berusaha untuk ‘membinasakan-Nya’ dengan cara menolak hidup sesuai dengan firman Tuhan? Orang Kristen seharusnya seperti lilin-lilin kecil yang menampilkan kebenaran Tuhan di tengah masyarakat.

Firman Tuhan mencatat tiga kesalahan utama yang memandulkan kehidupan bergereja: (1) memelihara dan menghidupkan sarang penyamun. Singkatnya memelihara kejahatan di dalam gereja, umumnya berkaitan dengan keserakahan dan mencari keuntungan pribadi; (2) memadamkan dan membinasakan pengajaran firman Tuhan. Intinya menolak untuk mendengarkan, memperhatikan dan mentaati firman Tuhan yang diberitakan di gereja; (3) Fokus kepada bangunan dan fasilitas fisik, angka-angka dan ritual ibadah, namun melupakan peran gereja yang sesungguhnya (Lukas 21.5-6). Kenyataan ini mengundang kemarahan Tuhan yang maha dahsyat.