Sunday, 15 January 2012

MEMBANDINGKAN (ROMA 11.11-24)

Hidup manusia tidak dapat dihindarkan dari tindakan ‘membandingkan.’ Mie Goreng Nyonya Tuty lebih enak dibandingkan dengan buatan Tante Murni. Rumah Tuan Robert lebih besar dibandingkan milik Bapak Hendra. Kotbah Pastor Joni lebih mengena dibandingkan dengan Pendeta Baskoro. Perbandingan-perbandingan seperti itu sah-sah saja. Yang menjadi masalah adalah ketika kita membandingkan sesuatu yang kita miliki atau bahkan diri kita sendiri, dan menganggapnya lebih baik dibandingkan milik orang lain atau orang lain itu sendiri, ..... dan karenanya menjadikan kita sombong dan bermegah di dalam kekuatan kita sendiri.

Di dalam Roma 11.11-24 terbaca ada tanda-tanda dimana orang-orang Kristen non-Yahudi sedang tergoda untuk bermegah di dalam kekuatannya sendiri dan menjadi sombong, karena membandingkan keselamatan yang dianugerahkan kepada mereka dengan penolakan orang-orang Yahudi (ay. 18, 20). Ada kecenderungan bahwa orang-orang Kristen non-Yahudi ini merasa menjadi kelompok yang lebih baik dibandingkan dengan orang-orang Yahudi. Di dalam polemik seperti ini, Paulus menekankan beberapa poin penting:

Pertama, keselamatan bergantung kepada dua hal: anugerah kemurahan Tuhan dan iman kepercayaan manusia. Karenanya hukuman (penolakan) juga bergantung kepada dua hal: pelanggaran manusia dan kekerasan (baca: ketegasan/disiplin) Tuhan (ay. 11-12; 22-24). Keselamatan dan penolakan di dalam konteks ini menjadi urusan pribadi antara manusia dengan Tuhan. Dengan kata lain, keselamatan dan hukuman tidak seharusnya mendorong manusia untuk membandingkan dirinya dengan manusia lain.

Kedua, karena keselamatan adalah kemurahan anugerah Tuhan, maka respon yang tepat dari orang yang diselamatkan adalah bersyukur – bukan menjadi sombong! Dan karena penolakan adalah bagian dari murka Tuhan, maka respon yang tepat dari orang yang melawan Tuhan adalah bertobat – bukan menjadi rendah diri. Paulus mengindikasikan kemungkinan orang Yahudi untuk bertobat, dan orang Kristen non-Yahudi untuk berbalik melawan Tuhan (ay. 22-24). Dari kedua kasus di atas, Paulus nampaknya tidak memanggil pendengarnya untuk membanding-bandingkan satu sama lainnya. Respon yang diharapkan adalah bersyukur atau bertobat!

Ketiga, orang Kristen dipanggil untuk hidup takut .....! (ay. 20). Tidaklah sulit untuk ditebak: kita dipanggil untuk hidup takut akan Tuhan. Karena Tuhanlah yang menilai hidup manusia. Salah satu kesalahan paling besar di dalam hidup manusia, khususnya kaum agamawi, adalah kecenderungan untuk menilai manusia lainnya. Di dalam bahasa yang lebih vulgar, menilai itu sama dengan menghakimi – dan melalui proses yang kita kenal sebagai ‘membandingkan.’ Dengan cara demikian, kita mengundang orang untuk hidup takut akan kita, takut akan pendeta, takut akan gereja – bukan takut akan Tuhan.

Keempat, janganlah kuatir terhadap penilaian Tuhan. Tuhan itu seimbang dan adil. Ia penuh dengan kemurahan dan kekerasan (ketegasan) (ay. 22). Perbandingan, penilaian dan penghakiman manusia sangat mungkin salah, tetapi Tuhan itu adil. Penghakiman Tuhan tidak bergantung kepada ‘bahan baku’ – tetapi kepada keputusan manusia untuk percaya atau menolak anugerah-Nya (ay. 22-24). Manusia dari suku manapun, Yahudi atau non-Yahudi dapat diselamatkan dan dapat dihukum. Kita ‘senang’ untuk menilai manusia berdasarkan sukuisme, status sosial ekonomi, tingginya pendidikan, serta pangkat dan jabatan – tapi bukan untuk itu kita dipanggil. Tuhan tidak menilai kita berdasarkan semua status tersebut.

Kelima, ada indikasi bahwa Paulus juga tergoda untuk membandingkan orang Yahudi dengan orang non-Yahudi. Orang Yahudi disebutnya cabang-cabang pohon Zaitun yang asli (ay. 21), sedangkan orang non-Yahudi disebut sebagai cabang-cabang dari pohon Zaitun liar (ay. 24). Orang Yahudi juga disebut Paulus sebagai roti sulung (ay. 16). Bagaimanakah kita menjelaskan hal ini?

(a) Perbandingan yang disampaikan oleh Paulus sejatinya tidak bertujuan untuk mengatakan kelompok mana yang lebih baik. Orang Yahudi disebut sebagai roti sulung dan cabang asli karena kenyataan bahwa pada mulanya Yahweh mengikat perjanjian dengan umat-Nya Israel secara darah (biologis). Jadi kata ‘sulung’ atau ‘asli’ menunjukkan originalitas dari perjanjian Tuhan dengan Israel.

(b) Pada kenyataannya, meskipun umat Israel sering gagal, mereka adalah tetap satu-satunya bangsa yang menyembah Yahweh dan hidup diatur oleh Taurat-Nya. Karenanya kata ‘liar’ yang dihubungkan dengan orang-orang non-Yahudi bersifat descriptive (menjelaskan), bukan comparative (membandingkan). Orang-orang non-Yahudi (baca: kafir) memang hidup di luar tuntunan Taurat Tuhan, dan karenanya liar.

(c) Jika seandainyapun ayat-ayat 12, 15, 16, 21, 24 tetap dipaksakan untuk ditafsirkan sebagai sesuatu perbandingan bahwa orang Yahudi lebih baik dari orang non-Yahudi, maka hal tersebut adalah bagian dari retorika Paulus untuk meredam kesombongan orang-orang Kristen non-Yahudi yang cenderung untuk bermegah di dalam kekuatannya sendiri. Setidaknya air mendidih perlu es batu supaya cepat menjadi hangat – tidak dengan maksud membandingkan, tetapi menyeimbangkan pemahaman yang salah dan ekstrim.

No comments:

Post a Comment