Salah satu ayat Alkitab favorit bagi banyak orang Kristen adalah Mazmur 112.7, yang berbunyi demikian: ‘Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada Tuhan’ (They are not afraid of evil tidings; their hearts are firm, secure in the Lord – NRSV; They will have no fear of bad news; their hearts are steadfast, trusting in the LORD – NIV).
Beberapa hari terakhir ini saya terus menerus memikirkan kata-kata Pemazmur tersebut. Dan seketika itu juga, munculah pertanyaan-pertanyaan yang tidak terkendali. (1) Siapakah ‘ia’ yang dimaksud di dalam Mazmur 112? (2) Apakah yang dimaksudkan dengan ‘tidak takut’? (3) Apakah yang dimaksud dengan ‘kabar celaka’? (4) Karena ini adalah sebuah kabar, maka dari mana sumber beritanya? (5) Apa yang dimaksud dengan ‘hati yang tetap’? (6) Apakah arti ‘percaya kepada Tuhan’? (7) Yang terakhir, jika ‘kabar celaka’ itu ada sumber beritanya, maka apakah yang menjadi sumber dari ‘hati yang tetap’ dan ‘kepercayaan penuh kepada Tuhan’?
Posting kali ini membahas hanya pertanyaan pertama saja. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dijawab di dalam posting-posting berikutnya untuk menjaga supaya setiap posting tidak terlalu panjang.
Pertama, Mazmur 112 adalah sebuah nyanyian yang berisi janji-janji bagi ‘orang yang takut akan Tuhan, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya’ (ay. 1) – alias – orang yang tidak fasik (baca: jahat, melawan Tuhan; ay. 10). Janji-janji di dalam Mazmur 112 tidak diberikan kepada pendeta, penginjil, guru Kristen, pemimpin pujian di gereja, ketua sinode, pemimpin agama dan bentuk-bentuk lain dari profesi kerohanian. Janji-janji Tuhan di dalam Mazmur 112 tidak diberikan berdasarkan profesi/posisi seseorang. Janji-janji yang luar biasa ini diberikan kepada orang-orang yang memiliki komitmen untuk ‘hidup takut akan Tuhan dan mencintai segala perintah-Nya.’ Pemazmur tidak ingin mengabaikan pentingnya profesi/posisi seseorang, namun demikian ia ingin menekankan betapa lebih pentingnya sebuah komitmen dibandingkan dengan segala posisi, profesi, gelar dan jabatan. Toh di hadapan Tuhan seorang jenderal tidak selalu lebih penting dibandingkan seorang kopral – dan dengan nada suara yang sama, pendeta tidaklah harus lebih penting dibandingkan dengan tukang sapu gereja, sekali lagi: di hadapan Tuhan.
Kedua, apakah yang dimaksud dengan komitmen untuk takut akan Tuhan dan menyukai segala perintah-Nya? Mazmur 112 padat dengan kosa kata yang dapat dikelompokkan sebagai berikut (NRSV): (1) righteousness, righteous, upright (ay. 2, 3, 4, 6, 9); (2) justice, gracious, merciful, generous, giving freely to the poor (ay. 4, 5, 9).
Kelompok kosa kata yang pertama memiliki fokus pada kehidupan yang benar. Kebenaran adalah sebuah standar moral yang tidak dapat dibantah. Bagi pemazmur, dan demikian juga bagi orang Kristen, standar moral ditetapkan berdasarkan perintah-perintah Tuhan. Kepemimpinan yang paling berbahaya adalah kepemimpinan yang tanpa moralitas. Gereja yang paling berbahaya adalah gereja yang tidak menegakkan moralitas. Dan iman yang paling berbahaya adalah iman yang tidak disertai dengan moralitas. Berbeda dengan etika, moralitas tidak dapat ditawar dengan apapun juga. Moral is moral; immoral is immoral. Moralitas berbicara mengenai kesucian hidup, yaitu bagaimana hidup kita dapat memenuhi/mendekati standar kebenaran yang telah ditetapkan Tuhan.
Kelompok kosa kata yang kedua memiliki fokus pada keadilan dan belas kasihan kepada orang lain. Bagaimana sikap kita terhadap kaum yang lebih lemah? Jika kita seorang pengusaha, bagaimana kita memperlakukan karyawan kita? Jika kita orang yang cukup mampu, bagaimana tanggapan kita melihat orang-orang yang miskin, lemah, tidak berpendidikan, sakit, terpenjara dan terjerat dengan berbagai-bagai hutang? Mazmur 112 mengajarkan bahwa orang yang takut akan Tuhan dan mencintai perintah-Nya akan memperlakukan orang lain dengan kasih, kemurahan dan keadilan.
Jika demikian, dapatlah kita simpulkan bahwa janji-janji di dalam Mazmur 112 diperuntukkan bagi mereka yang takut akan Tuhan dan yang sangat suka dengan perintah-perintah-Nya, yaitu: (1) mereka yang hidup menjunjung tinggi moralitas/kesucian hidup, dan (2) mereka yang hidup menjunjung tinggi keadilan dan belas kasihan, terutama bagi kaum yang lebih lemah. Di dalam prinsip inilah tergambar sebuah kebenaran yang utuh: kebenaran hidup di hadapan Tuhan yang ditampilkan di dalam kasih kepada sesama manusia.
Kepada orang-orang seperti inilah, sebuah ‘kabar celaka’ bukanlah sebuah kabar yang menakutkan.
No comments:
Post a Comment