Orang rendah hati itu adalah orang yang benar, tetapi tidak merasa dirinya sebagai satu-satunya yang benar, atau yang paling benar, atau bahkan yang lebih benar dibandingkan orang yang berlawanan pendapat dengannya. Dan kalau ia terbukti tidak benar, ia akan mengakuinya serta tunduk kepada yang benar dengan segenap hatinya.
Menjelang perayaan Natal di gereja gembalaan si Otong, diadakanlah rapat seksi konsumsi. Rapat tersebut dihadiri oleh Ibu Aming, Tante Tuty dan Nyonya Otong. Kata Ibu Aming, ‘Mari kita masak mi goreng saja: murah, mudah dan meriah. Maklum, Ibu Aming ini juragan mi turunan ke-lima. Ibu Aming yakin bahwa usulannya baik, karena bertahun-tahun ia mengolah, memasak, menjual dan menyajikan mi goreng, mi kuah, mi bakso dan kawan-kawannya. Ibu Aming belajar dari sejarah dan international statistic bahwa mi goreng adalah hidangan yang paling sering muncul dalam perjamuan makan. Plus: dalam keadaan mepet, budget terbatas dan kurang tenaga, menghidangkan mi goreng adalah paling reliable. Ibu Aming bahkan sudah menyiapkan bukan cuma mi, tapi juga minyaknya, telurnya, baksonya dan sayurnya - ngga mau dibayar.
Tante Tuty mengusulkan masak gado-gado saja. Kata Tante Tuty, ‘Gado-gado mengandung banyak serat jadi sehat.’ Tante Tuty ini ahli diet makanan, dokter kecantikan, dan satu lagi dia punya kebun sayuran di halaman belakang rumah. Tante Tuty juga punya alasan yang sah: secara medis mengkonsumsi sayur-mayur itu sehat: pencernaan jadi lancar, kulit lebih mulus dan wajah awet muda, pokoknya sehat prima. Tante Tuty pinter banget: maklum doctor dokter, lulusan S-Tiga dari luar negeri – wuih...reputasinya mendunia. Tante Tuty bukan asbun (asal bunyi), dia rela lho nyumbang tiga bakul gado-gado free, fresh dan organic dari kebun belakang rumahnya.
Nyonya Otong juga tidak mau kalah, tapi dia bingung mau usul apa. Mau usul rendang, ngga bisa masaknya. Mau usul sapi lada hitam, ngga doyan pedes. Mau usul gule kambing, takut darah tinggi. Ujung-ujungnya usul ayam panggang yang udah siap saji aja deh, eh.....dompetnya seret.
Jangan main-main lho, Nyonya Otong adalah orang yang sangat penting di gereja. Nyonya Otong adalah istri pendeta Otong. Kata orang kalau tuan itu ibarat kepala, nyonya itu ibarat leher. Nyonya Otong mikir, ‘Ngga mau ah kalah sama dokter kecantikan, soalnya biarpun pinter, Tante Tuty ngga hafal Doa Bapa Kami.’ ‘Apalagi kalah sama pedagang mi, malu ah....meski kaya, kalau disuru baca Injil Matius, dia selalu cari di Perjanjian Lama.’
Nyonya Otong ini menderita penyakit akut yang namanya nggamaukalahngitis - yang di dalam ejaan yang disempurnakan disebut: merasapalingbenarngitis. Nyonya Otong tidak melakukan tinjauan historis dan matematis seperti Ibu Aming, dan ia juga (maaf) tidak menggunakan akal dan kerelaan untuk berkorban seperti Tante Tuty. Motif hidup Nyonya Otong sederhana sekali: ngga mau kalah dan ngga mau ngalah. Tujuan hidupnya juga sederhana sekali: menjadi yang lebih benar atau paling benar. Dan jangan lupa, motif serta tujuan Nyonya Otong ini dibalut oleh sikap (attitude) yang minimalis alias pelit dan tidak mau berkorban.
Tidak mau kalah, tidak mau ngalah, mau jadi yang paling benar, merasa lebih benar dari orang lain, pelit dan tidak mau berkorban adalah kombinasi sikap manusia yang mengerikan. Kombinasi dari motif-motif tersebut di atas adalah musuh utama dari apa yang kita kenal dengan kerendahan hati.
No comments:
Post a Comment