Umumnya orang tidak bahagia jika ditegur. Di dalam prakteknya teguran yang disampaikan dengan cara yang bijaksana sekalipun menimbulkan luka hati. Kebanyakan orang merasa dirinya dan pendapatnya sebagai yang paling benar, sehingga tidak dapat menerima teguran.
Pertama, reaksi negatif terhadap teguran adalah luka hati, yang bentuknya dapat berupa ketersinggungan, kebencian, dendam atau melawan dengan kata-kata balasan (olok-olok/cemooh/menyalahkan orang lain). Apa yang menyebabkan seseorang tidak bahagia jika ia ditegur? Bisa saja karena orang tersebut tidak merasa bersalah. Tapi yang lebih sering adalah karena orang tersebut tidak rela mengakui kesalahannya sendiri. Sikap inilah yang ditunjukkan oleh orang-orang Farisi yang ditegur oleh Tuhan Yesus (16.14).
Kedua, orang-orang Farisi adalah pemuka agama. Mereka seharusnya adalah hamba Tuhan, namun kenyataannya, mereka telah menjadi hamba uang. Ketika Yesus menegur orang Farisi yang demikian, mereka bukannya bertobat, tetapi mencemooh Yesus. Orang Farisi ingin terlihat terhormat sebagai pemimpin agama, meskipun hatinya busuk seperti hamba uang: Inilah yang disebut kemunafikan. Di luar tampak cemerlang, namun di dalamnya penuh luka dan kebobrokan. Yesus mengatakan bahwa Allah mengetahui isi hati mereka. Tuhan tidak serta merta membenci semua yang dihormati manusia. Namun sebaliknya, Tuhan membenci kemunafikan, sekalipun jika itu dipuji-puji oleh manusia (16.15). Firman Tuhan mengatakan: ‘Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi’ (Amsal 27.5).
Ketiga, kebenaran yang dinyatakan melalui Hukum Taurat dan Injil Kerajaan Allah datangnya dari Allah yang sama. Kebenaran tersebut tidak dapat dibatalkan. Seseorang bersalah bukan karena ia merasa bersalah, bukan karena ia dituduh bersalah, dan bukan karena banyak orang menyalahkan dia. Sebaliknya seseorang itu benar bukan karena ia merasa benar, kelihatan benar, atau karena banyak orang memujinya. Salah dan benar didasarkan pada Taurat dan Injil Kerajaan Allah yang diajarkan oleh Yesus (16.16-17).
Firman Tuhan mengajarkan kepada kita untuk bersikap benar di dalam menerima teguran. Kesombongan mengantar kepada penolakan, dendam dan sakit hati, sebaliknya sikap rendah hati mengantar kepada pertobatan, pemulihan dan berkat. Ingatlah bahwa: ‘Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu’ (Amsal 12.1). Kita sering merasa benar, padahal tidak benar. Kita sering merasa tidak bersalah, padahal salah. Yang paling celaka adalah sikap seperti orang Farisi, yang berusaha kelihatan benar di luar, tetapi busuk di dalam. Bertobatlah!