Sunday, 10 June 2012

PILAR-PILAR HUBUNGAN IKAT JANJI: LANDASAN BAGI GEREJA YANG TRANSFORMATIF (PILLARS OF COVENANT RELATIONSHIP: FOUNDATION FOR TRANSFORMATIVE CHURCH)


Di dalam suatu acara pemberkatan pernikahan kira-kira seperempat abad yang lalu saya mendengarkan Kak Yer (Jerimia Rim) berkata di hadapan mempelai dan tamu-tamu yang hadir: ‘Tuhan kita adalah Tuhan atas Perjanjian (baca: Covenant).’ Kata-kata itu mengawali nasihat pernikahan bagi kedua mempelai yang berbahagia tersebut. Singkatnya, Kak Yer menjelaskan bahwa pernikahan adalah sesungguhnya sebuah hubungan ikat janji (covenant relationship). Pada waktu itu saya tidak sadar bahwa covenant relationship bukan saja menjadi dasar dari suatu hubungan pernikahan, tetapi juga menjadi landasan utama dari Gereja Kristen Perjanjian Baru Masa Depan Cerah yang lahir di kota Surabaya.
Beberapa pilar mendasar di dalam hubungan ikat janji adalah sebagai berikut. Pertama, pilar utama dari sebuah hubungan ikat janji adalah kasih tanpa syarat. Kasih yang bukan sekedar perasaan, tetapi kasih yang berdasarkan sebuah keputusan yang diambil secara sadar: ‘Aku memutuskan untuk mengasihimu tidak peduli apa keadaanmu di masa lampau, dan apa yang akan terjadi padamu di masa mendatang.’ Kasih yang demikian tidak pernah mundur (no point of return). Di tengah perjalanan, kita bisa disakiti dan dilukai, namun kasih yang tanpa syarat tidak pernah menyangkali dan membatalkan suatu hubungan yang dilandasi oleh sebuah perjanjian.
Pilar kedua di dalam sebuah hubungan ikat janji adalah kesetiaan dan kesetiakawanan. Salah satu perbedaan mendasar antara kepemimpinan Kristen dan kepemimpinan ala dunia adalah di dalam hal kesetiaan dan kesetiakawanan. Iman Kristen mengajar kita untuk menjadi pemimpin yang berdiri bersama dengan mereka yang kita pimpin, sekalipun mereka lemah, sakit dan tersingkir (ministry of presence). Pemimpin duniawi sebaliknya meninggalkan segala sesuatu dan siapa saja yang menghalangi dirinya untuk pencapaian diri dan ketenaran pribadi.
Pilar Ketiga bagi seseorang yang terlibat di dalam sebuah hubungan ikat janji adalah tanggung-jawab seseorang terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Ketika seseorang memutuskan untuk masuk di dalam sebuah hubungan ikat janji, entah itu dalam konteks pernikahan ataupun jemaat, maka sejak saat itulah ia seharusnya sadar bahwa apapun yang diputuskan dan dilakukannya tidak lagi berdampak bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi pihak-pihak lain yang terikat di dalam perjanjian tersebut. Hubungan ikat janji mendorong kita untuk melakukan bukan saja yang terbaik, tetapi juga yang membawa kebaikan, kemajuan, kesejahteraan dan keberhasilan  bagi saudara-saudari seperjanjian. Semangat yang demikian perlu dikembangkan.
 Keempat, sebuah hubungan ikat janji selalu didasarkan pada hati yang rela – bukan karena paksaan. Pernikahan paksa bukan pernikahan alkitabiah. Menjadi anggota sebuah gereja karena dipaksa atau karena terpaksa juga bukan sebuah kesaksian kristiani. Ketika kita masuk ke dalam sebuah hubungan ikat janji – di dalam konteks keluarga besar Masa Depan Cerah misalnya – kita merelakan diri kita menjadi bagian dari sebuah keluarga. Kita merelakan diri untuk dibentuk dan dilebur di dalam sebuah komunitas yang memiliki visi dan misi yang sama. Tanpa dipaksa, seluruh anggota yang terlibat di dalam hubungan ikat janji berlari mengejar tujuan yang sama. Tanpa dipaksa setiap anggota menyembuhkan saudara saudari yang terluka, membantu mereka yang kesusahan, menopang mereka yang kelelahan, menghibur mereka yang berduka – semuanya bukan karena dipaksa atau terpaksa, tetapi karena sebuah kerelaan dan ketulusan. Jika seseorang menjadi bagian dari sebuah relasi karena dipaksa, hidupnya akan dipenuhi oleh keluhan dan sungut-sungut. Namun jika seseorang masuk ke dalam sebuah hubungan ikat janji karena kerelaan, hidupnya akan dipenuhi semangat dan kerelaan untuk melayani dan membangun sesamanya dan juga komunitas yang lebih luas.
Pilar terakhir dari sebuah hubungan ikat janji adalah tanggung jawab untuk menumbuhkan dan mengembangkan sebuah relasi yang sehat. Memutuskan untuk memasuki sebuah hubungan ikat janji adalah sebuah keputusan yang sangat baik, namun permulaan yang baik tidak akan menjadi lebih baik atau menjadi tetap baik, jika kita tidak membina dan mengembangkannya. Seperti yang dikatakan oleh Paulus di dalam Efesus 4.3, 13, kesatuan itu tidak pernah berakhir. Kita bertanggung jawab untuk memeliharanya dan mengembangkannya ke tingkat-tingkat yang lebih tinggi. Di dalam konteks pernikahan Kristen, hari pernikahan seharusnya bukanlah the happiest day in life. Jika hari pernikahan adalah saat paling bahagia di dalam hidup ini, maka saya memilih untuk tidak menikah, Saya menikah karena ada pengharapan bahwa hari-hari berikutnya akan menjadi lebih bahagia lagi. Demikian pula menjadi bagian dari suatu jemaat yang diikat oleh perjanjian, keputusan di awal seharusnya disertai dengan pengharapan akan sukacita yang lebih besar di hari-hari mendatang. Namun demikian sukacita dan kebahagiaan di hari depan tidak datang dengan sendirinya. Kita perlu mengusahakannya dan bekerja keras mewujudkannya.
Tahun ini, Keluarga Masa Depan Cerah di Surabaya merayakan hari kelahirannya yang ke-25. Pertanyaan mengenai ‘DAMPAK’ dari suatu keberadaan dan pelayanan gereja adalah selalu pantas untuk dihormati: (1) Apakah DAMPAK dari pelayanan gereja ini sepanjang seperempat abad pertama keberadaannya? (2) Bagaimana gereja ini dapat memberikan DAMPAK yang lebih hebat lagi dan dipakai Tuhan dengan lebih dahsyat lagi di tahun-tahun mendatang? Pertanyaan-pertanyaan tersebut begitu penting, karena tanpanya, gereja akan kehilangan arah, atau bahkan menjadi sebuah organisasi yang mati dan tidak lagi ‘mengasinkan.’ Banyak gereja yang telah berusia puluhan bahkan ratusan tahun lupa untuk menanyakan mengenai dampak keberadaannya di dunia ini? Bukankah kenyataan tersebut menjadi tragedi yang sangat mengerikan? Karenanya sikap positif Keluarga Masa Depan Cerah di Surabaya perlu disambut hangat. Saya mengajak segenap jemaat Masa Depan Cerah di Surabaya untuk hidup, menghasilkan dampak yang positif dan transformatif, bukan saja bagi gereja, tetapi juga kotanya, bangsanya dan dunia – di dalam sebuah keluarga yang dilandasi oleh kekuatan hubungan ikat janji.

No comments:

Post a Comment