Wednesday 27 June 2012

HIDUP YANG BERDAMPAK (LUKAS 19.1-10)

Manusia diciptakan Tuhan untuk hidup menyembah Tuhan. Penyembahan kepada Tuhan dapat dilakukan di dalam bentuk ibadah, mengasihi sesama manusia dan hidup bertanggung jawab terhadap dunia ciptaan Tuhan. Ketiga peran tersebut seharusnya dilakukan dengan seimbang dan utuh. Ketika Tuhan menciptakan kita, Ia melengkapi kita untuk melakukan pekerjaan dan panggilan-Nya yang khusus di dalam hidup kita.

Zakheus adalah seorang konglomerat dan birokrat yang hidup pada jaman Tuhan Yesus. Ia dianugerahi dengan kekayaan materi dan otoritas. Hidup kerohanian Zakheus tidak perlu diragukan lagi. Ia berusaha keras untuk mencari Tuhan Yesus, bahkan sampai naik ke atas pohon – tindakan konyol yang memalukan untuk seorang pejabat kaya. Yesus sendiri mengatakan bahwa Zakheus adalah anak Abraham dan berhak untuk menerima keselamatan. Namun demikian, ayat kunci dari cerita Zakheus adalah Lukas 19.8. Zakheus memberikan setengah dari hartanya untuk orang-orang miskin. Dan lagi sebagai tanda pertobatannya, ia mengembalikan empat kali lipat kepada orang-orang yang pernah diperasnya. Apa yang kita dapat pelajari dari seorang Zakheus?

Pertama, apa yang diberikan Tuhan kepadanya, diberikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Ini adalah kunci utama dari hidup yang berdampak. Hidup Kristen adalah seperti air sungai yang mengalir ke tempat-tempat yang rendah. Hidup Kristen tidak seperti kubangan lumpur yang menyerap segala sesuatu tanpa ada saluran pembuangannya. Sadarkah kita bahwa semua yang Tuhan berikan seharusnya dipakai untuk memberkati orang-orang lain?

Kedua, Zakheus tidak mencintai apa yang dimilikinya lebih dari Tuhan. Zakheus memahami bahwa Tuhan mengasihi orang-orang miskin. Itu karenanya, ia memberikan hartanya kepada orang-orang miskin. Untuk membuka kunci bagi hidup yang berdampak, kita perlu menghancurkan kecintaan kepada diri sendiri dan mengutamakan kepentingan diri sendiri yang di luar kewajaran. Ketika kita melihat (dan memikirkan tentang, dan berbuat untuk) diri sendiri terlalu lama, maka kita akan menjadi buta dan gagal untuk mengerti isi hati Tuhan dan mengasihi orang-orang lain.

Ketiga, terkadang untuk menjadikan hidup ini berdampak, kita perlu untuk berenang melawan arus (sometimes we need to swim against the stream). Apa yang dilakukan oleh Zakheus di luar akal sehat manusia. Seorang pejabat kaya naik ke atas pohon? Namun itulah permulaan dari pertobatannya. Mengembalikan empat kali lipat kepada orang-orang yang diperasnya? Mengapa sampai empat kali lipat? Memberikan setengah dari hartanya untuk orang-orang miskin? Sebesar itukah yang dilakukannya? Hidup berdampak sering menuntut radikalisme. Hidup dari orang-orang seperti Mahatma Gandhi, Mother Teresa, dan Tuhan Yesus sendiri adalah contoh kehidupan yang tidak  biasa dan melawan arus. Hidup memberi dampak sering membutuhkan bukan saja kemurahan dan kerelaan untuk menolong – tetapi sebuah TEKAD dan KEBERANIAN.

No comments:

Post a Comment