Friday, 27 April 2012

HIDUP DIPIMPIN ROH KUDUS (GALATIA 5.16-26)

Manusia sehat mampu membedakan rasa berbagai jenis buah-buahan. Paulus di dalam Galatia 5.16-26 menggambarkan kehidupan manusia layaknya suatu peperangan antara keinginan daging melawan keinginan Roh (ay. 16-17). Cita rasa di antara keduanya sangat berbeda. Hidup yang dipimpin oleh Roh menghasilkan buah Roh (ay. 22-23). Hidup yang dipimpin oleh keinginan daging menghasilkan buah kedagingan (ay. 19-21). Keinginan daging itu pada dasarnya berbuah dosa-dosa yang berhubungan dengan  (1) rusaknya hubungan dengan Tuhan: penyembahan berhala dan sihir; (2) rusaknya hubungan dengan sesama: perseturuan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, pencideraan, roh pemecah dan kedengkian; (3) rusaknya hubungan dengan diri sendiri: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, kemabukan dan pesta pora. Hidup yang dipimpin Roh (hubungan yang harmonis dengan Tuhan), sebaliknya menghasilkan hubungan yang harmonis dengan orang lain dan diri sendiri: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri.

Cita rasa dari sebuah ‘buah’ (karpos) setidaknya memiliki beberapa fungsi mendasar: (1) cita rasa buah menandai jenis pohon asalnya; (2) cita rasa buah menandai bagaimana pohon asalnya dirawat; (3) cita rasa buah adalah untuk dinikmati oleh yang mengkonsumsinya. Berdasarkan fungsi dasar dari ‘cita rasa buah’ di atas, apa yang nampak dari kehidupan kita pertama-tama mencirikan asal usul kita. Apakah kita ini benar-benar milik Kristus dan hidup dipimpin oleh Roh, atau sesungguhnya kita ini adalah milik dunia dan hidup oleh hawa nafsu duniawi? Kedua, Paulus menggambarkan kehidupan orang percaya sebagai sesuatu peperangan antara daging melawan Roh. Jadi apa yang nampak dari kehidupan manusia juga menandai kesungguhan dan disiplin hati manusia di dalam merawat iman kristianinya. Apa yang dicontohkan Kristus di atas kayu salib, kiranya menjadi teladan bagi umat percaya untuk menyalibkan kedagingannya (ay. 24-25). Dan yang terakhir, hendaknya renungan ini menyadarkan kita bahwa gambaran Perjanjian Baru mengenai kehidupan Kristen adalah seperti buah yang siap dan dapat dinikmati, baik itu oleh Tuhan, sesama, dan pula diri sendiri. Jangan kiranya hidup kita menjadi buah pahit yang tidak disukai – atau buah busuk yang dinjak-injak dan berakhir di tempat sampah.

No comments:

Post a Comment