Siapakah musuh
kita? Biasanya kata ‘musuh’ dimengerti sebagai orang-orang yang menciptakan
suasana tidak menyenangkan. Ada gurauan yang mengatakan bahwa musuh
terbesar bagi seseorang adalah mertuanya. Atau gurauan lain mengatakan bahwa
musuh dari seorang suami adalah istri yang cerewet. Atau ada yang mengatakan
bahwa musuh dari karyawan adalah bos – itu sebabnya salah satu pekerjaan
karyawan adalah berdemonstrasi menunjukkan rasa tidak puas. Di dalam konteks
gereja, orang Kristen juga tidak jarang punya musuh lho...
Di dalam
konteks yang lebih rohani, musuh orang Kristen adalah iblis. Memang benar bahwa
iblis itu musuh kita. Iblis tidak menyukai apa yang baik. Iblis selalu berusaha
untuk merusak dan menghancurkan orang-orang Kristen dan keluarganya. Tidak
jarang iblis mengikat seseorang dengan dosa-dosa dan permasalahan. Pemahaman
seperti ini menekankan pentingnya pelayanan pelepasan (deliverance).
Namun demikian
kita juga perlu belajar bahwa salah satu musuh yang terbesar di dalam hidup ini
adalah diri sendiri. Di dalam Matius 10.34-11.1, Tuhan Yesus menyatakan salah
satu tujuan kedatangan-Nya: Ia datang untuk membawa pedang (ay. 34). Pedang itu
tajam dan berfungsi untuk memisahkan satu bagian dari bagian lainnya. Sekilas,
jika kita membaca ayat 35-36, nampaknya Tuhan Yesus ingin memisahkan seseorang
dari orang-orang yang dicintainya. Bahkan katanya, Tuhan Yesus akan menciptakan permusuhan di dalam keluarga-keluarga. Benarkah demikian?
Perhatikanlah
ayat 37a, 37b, 38, 39, 40, 41 dan 42. Semua kalimat-kalimat tersebut dimulai
dengan kata ‘barangsiapa.’ Entah itu hukuman atau pahala (tidak layak bagi
Tuhan, kehilangan nyawa, memperoleh nyawa, upah nabi, upah orang benar) akan
dialami oleh si ‘barangsiapa’ ini. Bukan ayahnya, bukan ibunya, bukan suaminya,
bukan istrinya atau anaknya. Si ‘barangsiapa’ inilah yang akan menerima berkat
atau hukuman. Jadi sesungguhnya musuh dari si ‘barangsiapa’ di dalam paragraf
ini adalah si ‘barangsiapa’ itu sendiri (alias dirinya sendiri). Mata manusia
melihat Tuhan memisahkan dirinya dari orang-orang atau benda-benda yang
dikasihinya. Namun sesungguhnya pedang yang dibawa Tuhan sedemikian tajamnya
dan datang untuk memisahkan manusia dari egonya.
Di dalam kisah
ini, ego muncul dalam bentuk mengasihi orang-orang terdekat di dalam keluarga
lebih dari Tuhan atau untuk kepentingan pribadi (ay. 37), tidak rela untuk
berkorban dan memikul salib (ay. 38), selalu ingin menyelamatkan dirinya
sendiri terlebih dahulu (ay. 39), tidak rela untuk bergaul dan melayani orang
yang berbeda, yang tidak menyenangkan dan lebih rendah derajatnya (ay. 40-42).
Hari ini
adalah minggu pertama di bulan Desember. Kita semua menyambut Tuhan Yesus yang
sudah datang. Kiranya mereka yang mengaku umat Tuhan dan setia beribadah di
gereja sudah mengalami kedatangan-Nya, yaitu mengalami pedang-Nya yang tajam.
No comments:
Post a Comment