Kata-kata di
atas diucapkan oleh Paulus sebagai nasihat perpisahan kepada para penatua
jemaat di Efesus (20.17-38). Biasanya pembaca kisah ini menafsirkan ‘memberi
dan menerima’ di dalam konteks benda-benda materi (uang, makanan, dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya). Penafsiran yang demikian tidaklah salah, namun
apa yang diberikan oleh Paulus di dalam pelayanannya selama tiga tahun di Asia
Minor (termasuk Efesus) jauh lebih besar dibandingkan sekedar pengorbanan
materi saja.
Pertama-tama secara hurufiah, Paulus
memberikan hidupnya sendiri. Gara-gara pelayanan ini ia hampir mati di tangan
orang-orang Yahudi yang tidak menyukainya (ay. 19, 22-24). Prinsip pelayanan
Paulus adalah berjuang sampai titik darah yang terakhir. Panggilan Tuhan –
bukan kenyamanan hidup – adalah tujuan Paulus di dalam seluruh hidupnya.
Kedua, Paulus memberikan
pengajaran-pengajaran firman Tuhan yang memanggil pendengarnya untuk bertobat,
percaya kepada Kristus dan hidup di dalam kehendak-Nya (ay. 20-21, 26-27, 31).
Pelayanan Paulus tidak mengenal lelah dan memanfaatkan setiap waktu untuk
memberitakan Injil dan mengajar firman Tuhan. Ia bahkan merasa yakin bahwa ia
telah melakukan yang terbaik di dalam menyaksikan Injil keselamatan, bahkan
kepada mereka yang menolaknya (ay. 26). Pemberitaan Injil dan kebenaran firman
Tuhan bukan kegiatan sampingan, melainkan inti pelayanan Paulus.
Ketiga, Paulus juga mengorbankan
emosinya. Dua kali, ia menyatakan bahwa di dalam pelayanannya, ia mencucurkan
air mata (ay. 19, 32). Bukan rahasia lagi bahwa pelayanan Kristen sungguh
menguras emosi lebih hebat dari sekedar menguras tenaga dan uang. Luka hati di
dalam sebuah pelayanan karenanya bukanlah sesuatu yang baru dan perlu
dikagetkan, karena Pauluspun telah mengalaminya. Air mata adalah saksi diam
dari sebuah pengorbanan emosi.
Keempat dan terakhir, Paulus juga
mengorbankan materi di dalam pelayanannya (ay. 33-35). Ia tidak membebani
jemaat. Paulus bekerja keras untuk membiayai pelayanannya sendiri dan pelayanan
kolega-koleganya. Bagi Paulus, membantu mereka yang lemah secara materi dan
finansial adalah prinsip hidup yang tidak dapat ditawar-tawar (cf. 2 Kor 8.
13-14). Jika kita tidak atau belum rela untuk memberi dan berkorban secara
material, maka akan sulit bagi kita untuk memberi dan berkorban di
bidang-bidang yang lainnya. Ketika perampok bertanya: harta atau uang? Kita
langsung berikan semua yang diminta perampok demi keselamatan kita. Ketika
ditantang memberitakan Injil ke pedalaman atau memberikan persembahan misi di
gereja saja, mayoritas umat percaya memilih memberikan uangnya ketimbang terjun
di lapangan. Dan jika diminta untuk memilih luka hati atau berkorban materi,
orang biasanya lebih senang berkorban secara materi. Karenanya kemurahan di
dalam memberi dan berkorban adalah dasar yang menentukan bagaimana Tuhan akan
memakai kita bagi kerajaan-Nya.
No comments:
Post a Comment