Salah satu
pertobatan yang luar biasa di dalam Perjanjian Baru adalah kisah seorang
pemungut cukai yang bernama Lewi. Pemungut Cukai bertugas memungut pajak dari
masyarakat. Pajak yang dikumpulkan diserahkan kepada pemerintah yang berkuasa,
yaitu kekaisaran Romawi. Pemungut cukai adalah profesi yang tidak disukai oleh masyarakat
Yahudi. Pemungut cukai dianggap sebagai perampok, penjilat, dan pekerja bagi
penjajah. Orang Yahudi tidak anti membayar pajak, namun mereka anti membayar
pajak kepada penjajah yang kafir. Karenanya, pemungut cukai dianggap sebagai
orang berdosa. Mereka adalah penghianat karena bekerja untuk penjajah.
Disamping itu,
pemungut cukai juga tidak disukai karena urusan pajak sering berkaitan dengan
dua dosa yang merugikan. Pertama,
pemungut cukai mudah terjebak dalam korupsi dan penipuan uang (band. Zakheus
dalam Lukas 19.1-10). Kedua, proses
memungut pajak terkadang melibatkan kekerasan. Gambaran di atas nampaknya cukup
untuk menjelaskan mengapa pemungut cukai dibenci oleh masyarakat.
Pertobatan
Lewi sangat sederhana. Ketika Tuhan Yesus memanggilnya, ia berdiri – ia tidak
menunda. Lewi meninggalkan segala sesuatu – pertobatan selalu meninggalkan dosa
dan keterikatan dengan masa lalu. Terakhir, Lewi mengikut Yesus – tindakan ini
menyatakan bahwa pertobatan memberi arah hidup yang baru (ay. 27-28).
Setelah Lewi
bertobat, ia mengadakan perjamuan besar untuk Tuhan Yesus. Tindakan pertama
setelah pertobatan adalah mengucap syukur kepada Tuhan Yesus. Dan jangan lupa,
perjamuan ini adalah perjamuan besar. Mengucap syukur dengan tulus, tentunya disertai
dengan semangat untuk memberikan yang terbaik, bukan yang kurang berarti.
Karena Lewi adalah pemungut cukai, maka teman-teman pergaulannya juga para
pemungut cukai. Singkatnya pesta pengucapan syukur itu dipenuhi oleh pendosa
yang jauh dari sucinya agama (ay. 29).
Orang Farisi
yang memang sejak awalnya tidak menyukai Tuhan Yesus menemukan satu alasan lagi
untuk menyalahkannya. Mereka berkata: ‘Lho rohaniwan kog bergaulnya sama
pendosa? – Pasti ia bukan rohaniwan sejati.’ Dari tuduhan itulah, Tuhan
mengatakan bahwa Ia datang untuk orang berdosa, bukan untuk orang benar; untuk
orang sakit, bukan orang sehat (ay. 30-32). Apakah Tuhan membenci orang benar?
Tidak. Tapi Tuhan Yesus melandasi perkataannya di atas 3 dasar: (1) Kritik
terhadap orang Farisi yang merasa benar secara ritual, tetapi bobrok secara
etika dan moral; (2) Kritik terhadap orang Farisi yang merasa benar sendiri dan
selalu memandang orang rendah orang lain yang tidak sebaik dirinya; (3) Tuhan
Yesus datang supaya orang-orang memperoleh keselamatan melalui pertobatan. Yang
merasa benar tentu tidak memerlukan Tuhan Yesus. Yang merasa sehat, tentu tidak
memerlukan dokter. Hanya yang berdosa akan mencari Tuhan Yesus, sumber
keselamatan itu.
Natal telah
tiba. Tuhan Yesus sudah datang. Sudahkan kita mengalami kedatangan-Nya dengan
bertobat dan memulai hidup yang baru? Semua proses pertobatan dimulai dari
pengakuan yang jujur akan kejahatan dan dosa-dosa kita.
No comments:
Post a Comment