Monday, 10 December 2012

THE SOUND OF CHRISTMAS (2): I HAVE COME TO CALL NOT THE RIGHTEOUS BUT SINNERS (LUKE 5.27-32)




Salah satu pertobatan yang luar biasa di dalam Perjanjian Baru adalah kisah seorang pemungut cukai yang bernama Lewi. Pemungut Cukai bertugas memungut pajak dari masyarakat. Pajak yang dikumpulkan diserahkan kepada pemerintah yang berkuasa, yaitu kekaisaran Romawi. Pemungut cukai adalah profesi yang tidak disukai oleh masyarakat Yahudi. Pemungut cukai dianggap sebagai perampok, penjilat, dan pekerja bagi penjajah. Orang Yahudi tidak anti membayar pajak, namun mereka anti membayar pajak kepada penjajah yang kafir. Karenanya, pemungut cukai dianggap sebagai orang berdosa. Mereka adalah penghianat karena bekerja untuk penjajah.

Disamping itu, pemungut cukai juga tidak disukai karena urusan pajak sering berkaitan dengan dua dosa yang merugikan. Pertama, pemungut cukai mudah terjebak dalam korupsi dan penipuan uang (band. Zakheus dalam Lukas 19.1-10). Kedua, proses memungut pajak terkadang melibatkan kekerasan. Gambaran di atas nampaknya cukup untuk menjelaskan mengapa pemungut cukai dibenci oleh masyarakat.

Pertobatan Lewi sangat sederhana. Ketika Tuhan Yesus memanggilnya, ia berdiri – ia tidak menunda. Lewi meninggalkan segala sesuatu – pertobatan selalu meninggalkan dosa dan keterikatan dengan masa lalu. Terakhir, Lewi mengikut Yesus – tindakan ini menyatakan bahwa pertobatan memberi arah hidup yang baru (ay. 27-28).

Setelah Lewi bertobat, ia mengadakan perjamuan besar untuk Tuhan Yesus. Tindakan pertama setelah pertobatan adalah mengucap syukur kepada Tuhan Yesus. Dan jangan lupa, perjamuan ini adalah perjamuan besar. Mengucap syukur dengan tulus, tentunya disertai dengan semangat untuk memberikan yang terbaik, bukan yang kurang berarti. Karena Lewi adalah pemungut cukai, maka teman-teman pergaulannya juga para pemungut cukai. Singkatnya pesta pengucapan syukur itu dipenuhi oleh pendosa yang jauh dari sucinya agama (ay. 29).

Orang Farisi yang memang sejak awalnya tidak menyukai Tuhan Yesus menemukan satu alasan lagi untuk menyalahkannya. Mereka berkata: ‘Lho rohaniwan kog bergaulnya sama pendosa? – Pasti ia bukan rohaniwan sejati.’ Dari tuduhan itulah, Tuhan mengatakan bahwa Ia datang untuk orang berdosa, bukan untuk orang benar; untuk orang sakit, bukan orang sehat (ay. 30-32). Apakah Tuhan membenci orang benar? Tidak. Tapi Tuhan Yesus melandasi perkataannya di atas 3 dasar: (1) Kritik terhadap orang Farisi yang merasa benar secara ritual, tetapi bobrok secara etika dan moral; (2) Kritik terhadap orang Farisi yang merasa benar sendiri dan selalu memandang orang rendah orang lain yang tidak sebaik dirinya; (3) Tuhan Yesus datang supaya orang-orang memperoleh keselamatan melalui pertobatan. Yang merasa benar tentu tidak memerlukan Tuhan Yesus. Yang merasa sehat, tentu tidak memerlukan dokter. Hanya yang berdosa akan mencari Tuhan Yesus, sumber keselamatan itu.

Natal telah tiba. Tuhan Yesus sudah datang. Sudahkan kita mengalami kedatangan-Nya dengan bertobat dan memulai hidup yang baru? Semua proses pertobatan dimulai dari pengakuan yang jujur akan kejahatan dan dosa-dosa kita.

No comments:

Post a Comment