Sunday, 30 September 2012

HEALTHY COMMUNICATION - 2




Di dalam dunia bisnis dikenal kata ‘makelar’ – di dalam dunia komunikasi, istilah tersebut dikenal sebagai pengantara. Tidak selamanya pengantara itu buruk. Tapi sejujurnya menggunakan pengantara berpotensi menimbulkan banyak akibat buruk. Perhatikan beberapa contoh di bawah ini: (1) Seorang guru ingin menyampaikan sesuatu kepada muridnya, namun dia meminta guru lain untuk menyampaikannya. Alasannya: sungkan karena orangtua murid tersebut sangat murah hati dan banyak memberi; (2) Seorang anggota gereja ingin mengritik saudaranya segereja, namun ia meminta pendeta untuk menyampaikannya. Alasannya: menghindari konflik pribadi.  Terkadang di dalam budaya Timur, kita tidak merasa nyaman untuk berkata langsung. Atau mungkin kita memandang jika yang mengatakannya orang lain, maka pesan yang disampaikan akan lebih efektif. Celakanya yang lebih sering terjadi dibalik penggunaan pengantara adalah: (1) semangat ‘lempar batu sembunyi tangan’ alias tidak bertanggung jawab (2) semangat ‘berani di belakang, takut di depan’ alias sok (kata orang Jakarta: belagu); (3) semangat ‘memperalat pengantara untuk meng-gol-kan keinginan pribadi’ alias manipulatif. Jika semangat-semangat ini dipelihara dan dikembangkan, maka bukan buah yang baik yang dihasilkan, sebaliknya komunikasi buruk dan konflik yang semakin runyam.

Belum lagi, kita perlu menyadari bahwa pengantara ‘mengubah’ pesan. Seorang anak yang kehilangan ayahnya, menyampaikan berita duka dengan berlinang air mata. Sekretaris gereja yang mengumumkan berita tersebut kepada jemaat, mengatakannya tanpa emosi, seolah-olah kejadian tersebut sudah lumrah. Maaf, tapi tidak jarang jemaat mengatakan: ‘toh sudah lanjut usianya.’ Berita yang sama menjadi turun kadar emosinya karena disampaikan oleh pengantara. Sebaliknya seorang istri mengatakan kepada anggota tim doa bahwa semalam ia berselisih paham dengan suaminya mengenai rencana liburan musim panas. Karena anggota tim doa sungguh-sungguh bersemangat di dalam mendoakan jemaat, ia mengatakan kepada sesama anggota tim doa bahwa pasangan suami-istri tersebut tidak harmonis dan terlibat konflik besar. Dalam kasus ini, pengantara telah menaikkan kadar emosi sebuah berita. Beban masalah yang seharusnya 5Kg, menjadi 50Kg.

Karenanya sebisa mungkin, utarakanlah maksud dan keinginan kita kepada orang yang seharusnya mendengarkan – kecuali jika memang situasi benar-benar tidak mengijinkan. Ingatlah tiga semangat yang harus diberantas di dalam berkomunikasi: tidak bertanggung jawab, sok berani dan manipulatif. 

No comments:

Post a Comment