Biasanya
‘menyembah di dalam roh dan kebenaran’ dipakai untuk menunjukkan kontras antara
pengalaman rohani yang penuh ekstasi dengan logika manusia. ‘Di dalam roh’
sering dimengerti sebagai bentuk penyembahan yang tidak dipahami oleh logika
manusia. Sebaliknya ‘di dalam kebenaran’ mewakili akal sehat manusia. Beberapa
orang menafsirkan ungkapan ini bahkan lebih jauh lagi, misalnya ‘di dalam roh’
adalah menyembah dengan bahasa roh, sedangkan ‘di dalam kebenaran’ berarti
menyembah di dalam bahasa manusia.
Menurut ayat
ke-23 dan ke-24, menyembah di dalam roh dan menyembah di dalam kebenaran bukanlah
suatu pilihan. Mari kita perhatikan beberapa bagian penting dari teks ini: (1)
Allah itu Roh (ay. 24); (2) penyembah yang dikehendaki adalah penyembah yang
benar (ay. 23); (3) Cara menyembah yang dikehendaki adalah ‘di dalam roh dan
kebenaran’ (ay. 24). Di dalam bahasa Yunani, kata ‘dan’ (kai) bisa menunjukkan dua hal yang berbeda (misalnya: mangga dan
jambu). Namun kata tersebut dapat juga berfungsi untuk menekankan dua hal yang
sama (misalnya: enak dan lezat). Karenanya kita bisa membaca ‘roh’ dan
‘kebenaran’ sebagai dua hal yang berbeda – atau sebagai dua hal yang sama. Jika
roh dan kebenaran adalah dua hal yang sama, maka menyembah di dalam roh adalah
menyembah di dalam kebenaran. Pemahaman ini nampaknya lebih tepat. Mengapa?
Allah adalah
Roh (ay. 24). Bukankah Allah adalah juga kebenaran? Namun Injil Yohanes tidak
merasa perlu untuk mengatakannya. Atribut yang dilekatkan pada penyembah
(manusia) adalah ‘penyembah-penyembah benar’ (ay. 23). Bukankah manusia juga
sesungguhnya makhluk rohani? Namun Injil Yohanes tidak merasa perlu untuk
mengatakannya. Singkatnya, renungan ini mengajak pembaca memahami bahwa
menyembah di dalam roh (apapun itu artinya) adalah menyembah di dalam kebenaran
(apapun itu artinya). Keduanya mengungkapkan sesuatu yang sama.
Sebagai
kesimpulan yang sederhana: Pertama,
Allah adalah Roh, karenanya menyembah di dalam roh menunjukkan bahwa tindakan
menyembah Tuhan adalah suatu usaha untuk memenuhi standar ilahi (apa yang
disyaratkan oleh Tuhan). Menyembah bukanlah tindakan yang memuaskan penyembah,
tetapi tindakan yang memuaskan Allah. Bukan perasaan manusia yang menjadi batu
penguji, tetapi perasaan Tuhan yang menjadi standar. Kedua, kata ‘kebenaran’
menjelaskan syarat atau standar yang diminta Tuhan. Penyembah yang benar sudah
seharusnya hidup benar dan di dalam kebenaran. Memang benar tidak ada manusia
yang sempurna. Tapi adalah benar juga bahwa tidak sembarang orang dapat
menghampiri hadirat Tuhan yang maha suci. Di dalam kedua ayat inilah (Yohanes
4.23-24), Tuhan Yesus menjelaskan tiga hal mendasar di dalam menyembah Tuhan:
(1) fokus penyembahan adalah Tuhan; (2) standar penyembahan ditentukan oleh
Allah; (3) syarat penyembahan yang benar adalah penyembah-penyembah yang hidup
di dalam kebenaran.
No comments:
Post a Comment