Penyembahan (worship) adalah kata yang melukiskan
tanggung jawab utama dan mendasar dari manusia di dalam hubungan dengan Tuhan.
Meskipun penyembahan merupakan sebuah tanggung jawab tidak berarti hubungan
antara manusia dan Tuhan kehilangan keintiman dan kemesraannya. Tanggung jawab
di dalam menyembah Tuhan diikat oleh kasih dan kemurahan Tuhan yang tidak
terbatas dan tanpa syarat. Kata ‘menyembah’ dalam konteks ini bukan suatu aktifitas
sesaat, tetapi menyangkut seluruh kehidupan manusia. Karenanya, hidup orang
Kristen sesungguhnya adalah hidup yang menyembah.
Perilaku
manusia dapat dibagi menjadi beberapa bagian: (1) Tingkah Laku; (2) Nilai
Hidup; (3) Kepercayaan/Iman; (4) Worldview/Cara
Pandang. Tingkah laku adalah apa yang kita ekspresikan melalui wajah,
perkataan, perbuatan dan ekspresi-ekspresi lainnya yang dapat dikenali orang
lain. Nilai hidup adalah apa yang kita anggap sebagai sesuatu yang baik.
Kepercayaan/Iman adalah apa yang kita anggap benar. Worldview adalah realita/kenyataan. Manusia yang konsisten,
memiliki kehidupan yang harmonis dari realita, iman, nilai hidup dan tingkah
laku. Manusia yang tidak konsisten (kadang-kadang disebut munafik atau fasik),
mengalami disharmoni di antara ke-empat unsure di atas.
Ketika kita
berbicara mengenai penyembahan, biasanya otak kita langsung tertuju kepada
kegiatan menyembah Tuhan di gereja ibadah. Karenanya, mari kita menggunakan
penyembahan di dalam ibadah gereja sebagai contoh kasus. Menyanyi, menari,
angkat tangan, tepuk tangan, memejamkan mata, berteriak Amin Haleluya adalah
contoh-contoh dari perilaku. Orang lain dapat melihatnya. Yang perlu kita
pertanyakan adalah (1) apakah semua tindak tanduk yang kita lakukan sesuai
dengan nilai-nilai di dalam hidup kita sebagai orang Kristen? Jika jawabnya
‘Ya’ – mari kita bertanya: Bagaimana kita menerapkan nilai-nilai tersebut di
luar konteks gereja? (2) Apakah nilai hidup kita berakar dari iman kita? Paulus
membedakan antara baik dan benar (Rm 5.7). Banyak manusia mendewakan sesuatu
(menganggap hal tersebut sebagai suatu kebaikan) yang dilarang oleh imannya.
Yang lebih berbahaya lagi adalah manusia yang mendewakan sesuatu yang tidak
bertentangan dengan imannya, namun tidak berakar dari imannya. Kenyataan
menyedihkan ini kita sebut iman yang tidak berbuah – atau buah yang baik dari
halaman tetangga. (3) Bagaimana dengan realita hidup yang kita pahami? Sadarkah
kita bahwa hidup kita sesungguhnya adalah hidup yang menyembah Tuhan – tidak
peduli apapun yang kita percayai dan apapun yang kita pandang baik. Ketika kita
menempatkan Tuhan sebagai sosok utama dan satu-satunya di dalam hidup kita,
maka kita akan menjadi bukan sekedar manusia yang menyembah (to worship) Tuhan, tetapi kita adalah
penyembah-penyembah Tuhan (true
worshipper). Hanya dalam kenyataan inilah, penyembahan kita memiliki nilai
rohani yang kekal.
Hari ini kita
merayakan Canadian Thanksgiving Day.
Kita diingatkan untuk mengucap syukur kepada Tuhan akan segala yang
diperbuatnya, dan akan siapa Tuhan sesungguhnya. Mengucap syukur bukanlah acara
setahun sekali atau seminggu sekali. Mengucap syukur tidak identik dengan
persembahan atau perpuluhan atau pelayanan. Mengucap syukur adalah a lifetime act of worship. Ijinkan saya
menantang kita semua untuk mengucap syukur bukan hanya di mulut dan perbuatan
saja, namun membangun akarnya sampai ke aliran darah dan detak jantung kita.
Sama dengan penyataan di atas, ketika pengucapan syukur kita berakar kuat pada
nilai hidup, iman dan realita yang benar, maka ucapan syukur tersebut bernilai
rohani dan kekal.
Akhirnya,
perilaku menyembah menunjukkan sikap rendah hati. Nilai hidup yang baik
menunjukkan kekudusan hidup. Iman menunjukkan kebenaran yang kita percayai.
Worldview menunjukkan dasar mengenai keberadaan kita dan segala keputusan kita
– yang sesungguhnya adalah kasih karunia Tuhan semata. Penyembahan adalah
respon kita terhadap kasih karunia Tuhan di dalam bentuk kerendahan hati,
kekudusan hidup dan percaya teguh kepada kebenaran iman Kristen.
No comments:
Post a Comment