Di antara
profesi-profesi yang ada di dunia ini, menjadi seorang ibu adalah salah satu
yang paling sulit dan berisiko – namun juga penuh anugerah. Ada yang mengatakan
bahwa proses melahirkan adalah sebuah pertarungan antara hidup dan mati. Di
dalam kesakitan yang luar biasa, seorang ibu menyediakan dirinya sebagai rekan
Tuhan di dalam proses penciptaan manusia. Kesakitan yang luar biasa tersebut
tidak berakhir begitu saja. Masih ada tahun-tahun panjang dimana seorang ibu
berperan penting di dalam pengasuhan anak-anak dan menyiapkan generasi baru
yang matang dan bertanggung jawab. Renungan hari ini didedikasikan untuk
menghormati para ibu dan untuk berterima kasih atas segala jasa dan pengorbanan
mereka.
Yesaya 49.15
mengatakan: ‘Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak
menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya,
Aku tidak akan melupakan engkau.’ Meskipun fokus ayat ini adalah kesetiaan
Tuhan kepada umat-Nya, namun secara tidak langsung, bagian ini mengatakan bahwa
kesetiaan di dalam hubungan antar manusia yang paling menyerupai kesetiaan
Tuhan kepada umat-Nya adalah hubungan antara ibu dan anaknya. Kata ‘melupakan’
tidak berarti ‘lupa dari ingatan’ – kata ‘melupakan’ berarti ‘mengabaikan.’
Jika demikian seorang ibu menurut Alkitab adalah seorang yang tidak pernah
mengabaikan anak-anaknya, namun merwatinya dengan penuh kasih sayang.
Paulus
menuliskan ‘Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu
mengasuh dan merawati anaknya’ (1 Tesalonika 2.7). Pelayanan penggembalaan
jemaat menguatamakan sebuah karakter yang disebut ‘keramahan.’ Tidaklah mudah
untuk memahami arti ‘keramahan’ – namun Paulus melanjutkan bahwa ‘keramahan’itu
seperti seorang ibu yang merawati anak-anaknya. Keramahan yang sejati lahir
bukan karena ingin dilihat ramah, bukan pula karena terpaksa, tetapi karena
kasih yang tulus dan rela. Kualitas yang demikian secara khusus dianugerahkan
kepada kaum ibu di dalam merawat anak-anaknya.
Pelukis
kenamaan Indonesia, almarhum Soedjojono mengatakan, ‘Dunia kita akan menjadi
lebih damai, jika setiap perempuan memiliki hati seorang ibu.’ Kutipan ini
begitu dalam dan begitu benar. Hati seorang ibu adalah hati yang penuh dengan
kesetiaan, kasih, kerelaan, dan semangat untuk merawat, memelihara, menumbuhkan
dan membangun – tidak melupakan, tidak mengabaikan, tidak merusak, dan tidak
menghancurkan.